Senin, 29 November 2010

Koperasi Jasa Keuangan Mikro dan Pengentasan Kemiskinan

Koperasi Jasa Keuangan Mikro dan Pengentasan Kemiskinan
Banyaknya tipikal lembaga keuangan harusnya bisa memenuhi kebutuhan dana masyarakat yang beragam.
Banyaknya kemiskinan merupakan persoalan bangsa yang sulit di selesaikan. Pemberantasan kemiskinan selalu menjadi janji-janji para calon pemimpin, dari tingkat desa pada pemilihan lurah hingga tingkat nasional pada pemilihan presiden. Nyatanya, janji tersebut sangat sulit ditepati, sehingga menjadi janji pada pemilihan selanjutnya, bahkan oleh pemimpin yang sama.
Berbagai program untuk mengatasi masalah ini telah digulirkan. Salah satunya, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM), yaitu program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Tujuan umumnya adalah meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri. Layanan keuangan mikro merupakan salah satu upaya mengentaskan kemiskinan. Layanan ini selalu menjadi instrumen penting, khususnya untuk mengakses sumber-sumber permodalan, yang selama ini menjadi kendala masyarakat miskin dalam menjalankan usaha.
Lembaga ini merupakan salah satu bentuk rekayasa lembaga penyedia jasa keuangan bagi rumah tangga keluarga miskin dan usaha mikro. Tapi, yang perlu dipahami adalah jasa keuangan mikro harus disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik rakyat. Ada berbagai versi karakteristik masyarakat miskin. Ada yang mendasari pada pendapatan per kapita, ada pula diukur dari materi, baik setara dengan beras/ka-lori, mata uang maupun secara kualitatif, kemiskinan juga dapat dilihat dari sisi mental.
Dari beragam karakteristik orang miskin, maka untuk mengatasi kemiskinan, tidak hanya mengandalkan pemberian bantuan keuangan seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT). Begitu pula pemberian dana bergulir atau ban-tuan permodalan. Tapi, perlu membangkitkan harga diri dan penghargaan terhadap diri sendiri (pendekatan individu). Keyakinan dan harga diri ini, diharapkan bisa membuat seseorang lebih tahan uji dan bangkit ketika menghadapi situasi sulit.

Selain intervensi individual dan kultural, intervensi lain yang diperlukan adalah intervensi struktural. Asumsinya, kemiskinan bukan disebabkan kelemahan individual maupun kultural. Intervensi struktural ini dapat dilakukan melalui kebijakan dan program-program pemerintah yang memerlukan political will. Seperti dibukanya akses orang miskin terhadap pendidikan, kesehatan, air bersih, akses terhadap lembaga keuangan, dan akses terhadap layanan umum lainnya.
Setiap keluarga memerlukan sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhannya. Sumber pendapatan dapat diperoleh dari upah, hasil bercocok tanam, beternak, hasil galian, hasil kerajinan atau industri rumah tangga maupun hasil berdagang. Namun, suatu rumah tangga seringkali mengalami kondisi yangpendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keuangannya. Ini terkait dengan daur hidup seperti kelahiran, sekolah, pernikahan, kematian, musim tanam dan panen. Juga kebutuhan mendesak seperti sakit, kecelakaan, musibah. Ataukah, terkait dengan investasi untuk membuka usaha.
Atas dasar kebutuhan tersebut, jasa keuangan yang dibutuhkan oleh keluarga miskin dapat dikelompokkan menjadi, pertama, pemberian bantuan atau hibah bagi keluarga yang membutuhkan kebutuhan primer tetapi tidak mempunyai mata pencaharian. Kedua, pemberian pinjaman bagi keluarga yang mempunyai mata pencaharian tetapi mengalami kesulitan likuiditas.
Ketiga, bantuan permodalan atau kerja sama pembiayaan bagi keluarga yang mempunyai usaha tetapi kekurangan modal, baik modal investasi maupun modal kerja. Keempat, tabungan bagi keluarga yang mempunyai pendapatan dan bermaksud menyiapkan masa depan dengan menyisihkan sebagian surpFus likuiditas, serta kelima, asuransi yang sangat penting untuk mengatasi suatu musi-bah yang memerlukan dana besar. Kelima, jasa tersebut dapat diilustrasikan sebagai pilar keuangan rumah tangga keluarga miskin. Satu saja tidak berfungsi, maka rumah tangga tersebut rentan terhadap berbagai persoalan yang muncul, dan mudah terperangkap dalam rantai kemiskinan.

Fungsi lembaga keuangan Kebutuhan dana yang beragam tersebut dapat dipenuhi oleh lembaga keuangan yang juga beragam. Misalnya, kebutuhan terhadap dana hibah atau sedekah dan pinjaman (tanpa bunga atau bagi hasil), bisa dipenuhi melalui lembaga charity, seperti lembaga amil zakat, badan amil zakat, dan sejenisnya.
Kebutuhan permodalan untuk menjalankan usaha dapat dipenuhi lewat lembaga keuangan komersial. Artinya, lembaga yang menyediakan jasa keuangan dengan maksud mendapatkan keuntungan. Lembaga ini juga dapat menghimpun dana-dana masyarakat dalam bentuk tabungan atau investasi. Salah satu lembaga tersebut adalah Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Lembaga ini memiliki ruang lingkup pinjaman, simpanan, asuransi, dan dana pensiun. Cukup banyak lembaga keuangan mikro yang digunakan untuk pengentasan kemiskinan.
Lembaga Keuangan Mikro menurut Asian Development Bank (Wijono, 2005), merupakan lembaga yang menyediakan layanan penyimpanan (deposits), kredit (loans), pembayaran berbagai transaksi (payment services), serta pengiriman uang (money transfers) yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil. Adapun wujud lembaga ini bisa berupa lembaga formal, misalnya, bank desa dan koperasi, bisa pula lembaga semiformal seperti organisasi nonpemerintah dan sumber-sumber informal seperti pelepas uang.
Perkembangan lembaga keuangan mikro, berawal dari berdirinya credit union di Jerman yang dipelopori oleh Friedrich Wilhelm Raiffeisen pada 1864 (Soriano 2007). Pada 1959, seorang aktivis pembangunan di Pakistan, Akhtar Hameed Khan, mulai mengenalkan keuangan mikro sebagai sarana untuk membantu masyarakat yang kesulitan. Lalu Muhammad Yunus pada 1976 mengembangkan Gra-meen Bank sebagai wahana untuk memberikan pinjaman kepada masyarakat miskin di Bangladesh.
Untuk memastikan lembaga keuangan mikro berperan dalam menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, beberapa hal penting yang harus diperhatikan. Di antaranya, lembaga ini menciptakan sistem keuangan untuk masyarakat miskin dan akan bermanfaat bagi masyarakat bila lembaga tersebut terintegrasi dengan sistem keuangan daerah.

Selain itu, lembaga keuangan mikro mencoba untuk membangun lembaga keuangan lokal yang mampu menarik deposito dari daerah yang bersangkutan. Selanjutnya, ia memutarkannya kepada anggota masyarakat lain, termasuk memberikan bentuk-bentuk layanan keuangan lainnya.
Keterlibatan dan tugas pemerintah dalam pengembangan lembaga keuangan mikro dibutuhkan dalam meningkatkan kemampuan lembaga ini melayani masyarakat, tidak memberikan pinjaman secara langsung. Pinjaman yang langsung diberikan kepada masyarakat umumnya mengalami kemacetan yang relatif tinggi, bahkan dapat dikatakan bahwa pemerintah selalu gagal ketika mencoba untuk menyalurkan sendiri pinjaman pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar